"kamu,tahukah kamu warna biru?" tanya seorang bocah laki-laki pada bocah perempuan di sebelahnya.
aku tahu dan aku suka melihatnya..."
bocah perempuanpun mengangguk dengan cepat.
ia juga ingin mengatakan bahwa warna biru sama seperti pita yang ada di baju flanel yang ia kenakan.
tapi ternyata si bocah laki-laki belum selesai bicara.
"kamu,
tahukah kamu warna merah?
yang kata ibu seperti mawar dan apel
aku tahu dan aku suka keduanya..."
bocah perempuan terus memandangi kawannya tanpa berkedip. ia sebenarnya juga ingin menceritakan bahwa ia mempunyai serimbun rumpun mawar di halaman rumahnya.
tapi ia memperhatikan setiap gerakan mulut sang bocah laki-laki sambil terus mengangguk angguk.
"kamu,
tahukah kamu warna kuning?
yang kata ibu seperti jeruk dan ahh... aku lupa namanya!"
bocah perempuan hanya termangu sambil ikut memikirkan kata apa yang sebenarnya dicari si bocah laki-laki. bocah perempuan mengetuk-ngetuk meja tanda penasaran.
tapi kemudian si bocah laki-laki langsung menyahut,
"aku tidak suka jeruk, jadi aku tidak mengingat pasangannya..."
"kamu,
tahukah kamu warna hijau?
yang kata ibu seperti dedaunan dan cabai
aku suka dedaunan tapi aku tidak suka cabai yang hijau,
aku suka cabai yang merah..."
bocah perempuan sebenarnya ingin ikut bercerita bahwa dia juga tidak suka cabai. hijau ataupun merah.
ia ingin menceritakan bahwa cabai pernah membuatnya dirawat di rumah sakit karena diare.
tapi setiap kali si bocah perempuan ingin membuka mulutnya, bocah laki-laki selalu lebih cepat mengeluarkan suara paraunya.
kali ini ia bercerita sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam lacinya.
"kamu,
tahukah kamu?
aku suka sekali sekotak pensil warna ini
aku suka merah,
biru,
hijau,
kuning,"
katanya sambil mengeluarkan satu persatu pensil warna dari dalam kotaknya dengan sangat cepat.
"waah...aku suka semua warna-warna ini!!" anak kecil itu tampak sangat girang sambil mengeluarkan semua pensil warna dari dalam kotaknya.
bocah perempuan itu kini hanya terdiam. ia mengamati seluruh pensil warna si bocah laki-laki. sedetik kemudian dia melihat mata si bocah laki-laki.
bocah laki-laki itu tampak sangat riang dan bersemangat. setelah semua pensil warna itu ia masukkan kembali ke dalam kotaknya, ia beranjak pergi.
di ujung pintu, bocah laki-laki itu melambaikan tangan dan berkata, "besok aku akan mengenalkanmu pada warna-warna indah lainnya!".
bocah perempuan itu tersenyum. tapi hatinya kelu. ia memungut beberapa pensil warna bocah laki-laki yang terjatuh di lantai. hmm, ini bukan pensil warna. hanyalah pensil biasa.
dan di dalam kotak itu tadi, semuanya adalah pensil biasa.
bocah perempuan itu kini ikut beranjak keluar. ia teringat bagaimana tatapan hampa dari bocah laki-laki itu. bocah laki-laki berusia 1 tahun di bawahnya, yang tidak bisa membedakan warna.
bahkan tidak pernah bisa sekedar untuk melihat warna. bocah laki-laki yang buta, namun hatinya tidak buta. selalu penuh semangat dan keriangan.
bocah perempuan berbaju flanel itu terus memegangi pensil di tangannya kuat-kuat.
melangkah meninggalkan sebuah bangunan tua berwarna coklat. Sekolah Khusus Penyandang Cacat.
0 comments:
Post a Comment